JALAN MENUJU CAHAYA

Pagi itu sepertinya sang surya bersemangat untuk menyinari jagat ini. Aku duduk dibawah sebuah pohon disamping sekolah yang sangat rindang dan melindungku dari sengatan sinar matahari. Tiba-tiba anganku melayang, aku teringat apa yang telah aku lakukan dulu sebelum aku menemukan sebuah jalan yang telah ditentukan untuk hidupku ini.

            Detik-demi detik aku lalui, anganku mulai merambah kemasa-masa kelamku. Semua itu seperti film yang tengah diputar dihadapan mataku sendiri. Mulai dari kebodohanku hingga yang terbesar adalah dosa-dosa yang telah aku lakukan dulu. Kala itu aku merasakan hidupku hanya untuk aku dan tak ada yang bisa menghalangiku untuk melakukan apapun yang kusuka. Mulai dari balapan liar, taruhan, berkelahi, dan masih banyak lagi yang aku pernah lakukan dulu hanya dua hal yang tak pernah sekalipun aku sentuh, itu adalah makanan haram dan wanita. Sejujurnya aku malu melakukan itu, tapi akupun tak tahu jika hatiku ini sebenarnya malu dan sakit ketika melakukan hal itu. Yang kutahu hanya senang, senang dan senang. Tanpa kesadaran sedikitpun aku menjalani hidup seperti itu bertahun-tahun.
            Semua itu terus berlanjut sampai tiba suatu saat Allah menyadarkan aku. Allah memberikan aku teguran dengan indah. Pada hari itu sepulang sekolah aku tiba-btiba merasakan suatu keinginan yang tak pernah aku rasakan sebelumya yaitu aku ingin sekali keluar dengan berjalan kaki mengelilingi desa tempat tinggalku. Dalam perjalanku, aku melihat seorang anak kecil yang sedang bersalaman dan mencium tangan ibundanya. Sesekali aku mendengar anak itu berkata dengan berbisik “Aku sayang ibu.”. Wajah anak tampak senang sekali, bahkan aku sendiri merasa tak pernah merasakan rasa senang yang sedemikian itu. Kemudian aku menghampiri anak itu dan akupun bertanya “Adek tampan, kenapa tadi kamu melakukan itu pada bundamu?” . Anak itu kemudian menatap mataku dengan senyum yang lagi-lagi membuatku malu, sesaat kemudian anak itu menjawab “ Itu karena aku sayang bunda kak. Kakak tadi lihat kan bundaku cantik, cantik kan kak?” telingaku serasa ingin pecah melihat kata-kata anak itu. “Kakak juga sering seperti itu kan? Kakak itu orang baik.”kata anak itu menambahi. “Iya adek bundamu sangat cantik, sangat cantik. Ia pasti bangga mempunyai mutiara indah seperti kamu.” sahutku, Aku hanya bisa termenung diam tanpa kata, aku malu pada anak itu, dia berkata bahwa aku adalah seorang yang baik padahal aku anak itu belum pernah sekalipun tahu siapa aku dan apa yang telah aku lakukan selama ini. Kemudian anak itu pergi meninggalkan rumahnya dengan memakai baju muslim dan membawa sebuah Al Qur’an, hal itu justru membuatku ingin terus mengikutinya kemanapun ia pergi. Setelah beberapa kilometer aku mengikutinya ternyata ia menuju kesebuah surau kecil didesanya, tiba-tiba anak itu mengetahui jika aku mengikutinya kemudian ia menggandeng tanganku dan berkata “Ayo kak ikut aku.”. Aku menatapnya keheranan, kemudian masuklah aku kesebuah surau kecil itu. Setelah beberapa menit didalam surau itu, tiba-tiba anak itu membawa sebuah secarik kertas dan menghampiriku yang sedang duduk disamping pintu. Aku menatapnya dan bertanya “Apa ini?”, dan ia pun menjawab dengan senyum dan kembali melanjutkan mengaji. Seketika mataku memerah ketika aku membaca surat itu, surat itu berbunyi :

Kakak, mungkin kakak telah lupa sama aku. Bebrapa tahun lalu aku pernah bertemu kakak. Pagi itu kakak sedang marah sama teman-teman  kakak, terus kakak pergi lalu lewat didepan aku dan ibuku, ketika kakak lewat tiba-tiba teman kakak berlari dan mengambil tas milik ibu kak. Tapi kakak malah berlari dan memukul teman kakak itu hingga tersungkur, lalu kakak mengembalikan tas itu kepada ibuku. Setelah itu kakak langsung pergi sebelum kata terima kasih terucap dari mulutku dan ibuku, hal itu sontak membuat aku serta ibuku kaget dan memutuskan untuk mengikuti kakak. Tiba-tiba kami terkaget-kaget kak, ketika melihat kakak justru duduk menghadapi sebuah gundukan pasir besar, kakak menuliskan sesuatu disana dan kemudian pergi. Beberapa menit berlalu setelah kakak pergi aku dan ibupun menghampiri gundukan pasir itu karena penasaran apa yang kakak tulis, aku tertawa sangat keras ketika membaca tulisan itu. Tetapi lain ibuku lain kak, ibu menatap tulisan itu sambil berkaca-kaca. Padahal tulisan itu hanya berbunyi “HARI INI AKU TELAH MENOLONG SEORANG IBU DAN ANAKNYA DARI PENCURIAN.” dan “HARI INI TEMAN BAIKKU MELAKUKAN HAL YANG SANGAT MEMALUKAN SAN MENYAKITKANKU.”. Beberapa hari kemudian kau dan ibuku kembali melihat kakak ketika ibu menjemputku sepulang dari belajar. Sore itu kakak sedang duduk setelah kakak mengalami kecelakaan hebat, wajah kakak penuh dengan darah. Ibu memutuskan untuk menolong kakak dan membawa kerumah sakit terdekat, tetapi lagi-lagi kakak membuat kami kaget. Saat kakak hendak memasuki pintu gerbang rumah sakit kakak justru berlari menuju sebuah batu besar padahal keadaan kakak menurutku sangat kritis. Kemudian kami melihat kakak menulis dibatu itu dengan tulisan “HARI INI AKU TELAH DITOLONG OLEH SEORANG IBU DAN ANAKNYA.”, kakak melakukan hal itu dengan usaha sangat keras hingga tangan kakak penuh dengan darah. Dan setelah menulis tulisan itu kakak langsung tak sadar lagi. Ketika ibu melihat itu ibu langsung menangis dan mengucap satu kata indah yang tak akan pernah kulupakan “Nak, Ingatlah selalu pemuda ini kelak jika kau ingat dia lihatlah apa yang ia lakukan.”. Sesaat setelah kakak dirawat, ibu begitu kaget ketika mendengar kata pak dokter yang bilang kakak akan kehilangan sebagian ingatan kakak karena benturan yang keras. Dianaganku masih mengalir kata-kata ibu tadi, hingga sesampainya dirumah akupun bertanya apa maksud dari kata ibu tadi. Ibu tersenyum sambil menjawab “Ketika kakak itu menulis dipasir tentang kebaikan yang telah ia lakukan dan keburukan yang dia dapat itu bukan semata-mata kegiatan yang percuma nak, ibu menangkap maksudnya. Ia bermaksud menulis disana agar angin meniup tulisan itu sehingga tulisan itupun lekas hilang. Itu melambangkan kebaiakan yang ia lakukan dan keburukan yang ia dapat akan lekas dilupakan layaknya angin yang mengapus semua tulisan dipasir. Tetapi ketika kita melakukan kebaikan kepada dia, ia memutuskan untuk menulis diatas batu yang tak akan ada yang bisa menghapuskan kebaikan yang kita beri kepadanya. Itu adalah wajah keikhlasan yang sesungguhnya.”. Sekitar 3 bulan setelah itu aku dan ibu menjenguk kakak tapi ketika kakak hendak kami dekati kakak justru jongkok di samping sebuah danau. Tiba-tiba ibu menepuk punggungku dan memintaku untuk duduk di samping kakak. Anehnya ketika aku mendekati kakak, kakak menggandengku dan lagi-lagi melakukan hal aneh. Dengan merapatkan dua tangan kakak, kakak menampung air sehingga di tanggan kakak terdapat air yang tertampung. Kakak memandangku tajam dan kakak mulai membuka rapatan tangan kakak itu kemudia air itupun mulai keluar melalui celah itu. Kakak kembali berulah dengan mengambil air dengan cara yang sama dan mermasnya sehingga semua air itu tumpah kemana-mana. Aku tertawa kers sekali tapi ketika aku menoleh ke ibu, ibu justru tersenyum dan kakakpun segera beranjak dari tempat itu entah kemana. Dalam perjalanan pulang bersama ibu, ibu berkata “Semua itu nasehat untukmu nak.” Aku yang pensaranpun bertanya “apa maksudnya bu?”. Dengan senyum yang manis ibu berkata “Ia merapatkan tanganya dan menampung air kemudian membuka rapatan tangan itu lalu mengambil kembali dan meremasnya, itu melambangkan bahwa selama kita membiarkan air itu tetap ada disana, maka ia akan selalu ada disana. Namun ketika kita sedikit saja sombong, tidak bertanggung jawab atas sesuatu dan merasa bahwa semua adalah milik kita maka air itu akan tumpah melalui celah ataupun keinginan kuat kita. Ini maksudnya ketika kita menjadi seorang pemimpin tinggalkanlah rasa sombong, tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kita pimpin bahkan merasa memiliki apa yang kita pimpin kemudian jadilah pemimpin yang mampu menampung seperti rapatan tangan itu sehingga tidak ada satupun yang dikecewakan dan mungkin disakiti.”. Aku kaget mendengar itu dan ibu kembali berkata “Jikalau kamu bermimpi untuk bertemu seseorang yang hebat kelak maka kamu sudah bertemu dengannya nak dan jika kamu ingin menjadi orang yang hebat kelak maka belajarlah dari apa yang telah dia contohkan padamu nak.”. Dari kata bunda itu aku yakin kakak adalah orang baik. Dan suatu saat aku yakin kakak akan menjadi seorang yang berguna.
Setalah membaca tulisan itu aku membalikan badanku dan melihatnya tersenyum kepadaku. Tetes air matapun mulai mengalir dari mataku, ketika tulisan itu menceritakan hal yang telah lama terlupakan. Dari sanalah aku mulai mendapat cahaya yang  menuntunku kembali pulang kejalan hidupku. Anak kecil itu seperti malaikat yang telah diutus Allah untuk membukakan jalan kembali kepada jalan yang benar.
            Tiba-tiba aku tersentak kaget ketika salah seorang temanku memanggilku. Tenyata aku sedang melamun, aku berfikir semua itu adalah proses pembelajaran bagi diriku ini, Allah memberikanku jalan untuk mengubah yang buruk menjadi lebih baik.  Allah memang telah memberiku sebuah anugrah yang besar, setiap aku berdo’a meminta sesuatu Allah memberikanku masalah untuk aku selesaikan. Dan dari itu aku bisa belajar menjadi orang yang bijaksana.
            Semua proses itulah yang membuat aku dipercaya menjadi seorang pemimpin, sesungguhnya akupun tak mengharapkan hal itu. Aku takut karena beban yang kubawa sangatlah berat, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda “Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka.” (HR. Abu Na'im) selain hadits tersebut Rasulullah s.a.w. juga bersabda “Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda di tangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang kikir.” (HR. Ad-Dailami). Tapi itu adalah amanah yang telah dititipkan kepadaku. Pengalamanku dulu bukanlah suatu hal yang membuatu putus asa tetapi itu semua adalah proses pendewasaanku menjadi seorang pemimpin. Aku hanya ingin menjadi pemimpin seperti pohon yang tengah aku sandari ini. Dia mengayomi semua yang ada dibawahnya dari hujan dan panas matahari, selain itu dia juga memberi manfa’at pada lingkungan dimana ia berada. Seperti itulah sosok pemimpin yang sebenarnya, yang bisa mengayomi dan bermanfaat untuk semua yang ada dilingkungannya. Kemudian aku teringat ketika guru yang sangat aku idolakan menceritakan kisah wortel, telur dan kopi. Wortel adalah sayuran yang keras tetapi ketika dimasukan keair mendidih lama-kelamaan ia akan berubah menjadi lembek, sedangkan telur dia adalah sesuatu yang lunak tetapi ketika dimasukan kedalam air mendidih ia akan menjadi keras, tetapi semua itu berbeda dengan kopi. Ketika kopi itu dimasuka ke air yang mendidih ia akan mewarnai air itu. Aku selalu teringat kata-kata beliau itu yang selalu memotivasi diriku. Aku ingin menerapkan prinsip kopi itu, karena aku ingin menjadi seorang pemimpin yang bersama-sama mewarnai dunia ini dengan keindahan dan merubah dunia ini menjadi lebih baik bersama dengan semuanya.
Maka dari itu mulailah menjadi seorang pemimpin dari diri kalian masing-masing sesuai sabda Rasulullah “Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

0 komentar:

Posting Komentar

 
KEROHANIAN ISLAM SMA NEGERI 2 PATI © 2011 Theme made with the special support of Maiahost for their cheap WordPress hosting services and free support.