Sejuta Hidayah dari Nilam

“Tya, bangun! Saatnya sahur! Kamu mau puasa apa nggak??”
“Ahh,, ibu.. aku masih ngantuk.. males ah..!” kataku sambil mengangkat selimutku lebih tinggi. Tapi ibu menarik selimutku lagi.
“Sayang, sekarang itu bulan Ramadhan, wajib bagi kita semua yang mengaku islam untuk berpuasa. Sekarang kamu cepat bangun lalu cuci muka habis itu langsung sahur, ibu tunggu di ruang makan. Ayo cepat bangun..!”
“iya-iya, huh, Ibu ganggu aja..!”
Dengan langkah gontai aku segera ke kamar mandi untuk mencuci wajahku. Brr.. airnya dingin banget! Ngapain juga sih orang puasa, Cuma bikin lemes ajah! Hufh..
“Tya, sehabis sahur nanti ikut tadarus di musholla ya?” kata ibuku
“Nggak ah, Bu.. aku masih ngantuk. Lagian nanti aku mau sekolah, kan biar gak ngantuk di sekolah, jadi aku mau tidur lagi.” Alasanku, padahal aku Cuma ngeles aja. Soalnya aku masih ngantuk banget.
“yaudah, klo gitu kamu ngaji di rumah aja, ntar klo liburan ikut tadarus di musholla lho ya??”
“Ya Bu..” jawabku, tentu saja gak akan ku laksanakan. Mendingan aku tidur aja.
                        ***

Hari ini, aku merasa sangat lemes dan ngantuk. Kapan sih pulangnya?  Dan kapan sih waktu buka tiba? Aku dah gak kuat.. mana hari ini jam terakhir pelajaran fisika lagi. benar-benar menguras tenaga. Seharusnya kalo Ramadhan seperti saat ini sekolah di liburkan, kan biar bisa istirahat di rumah, daripada kayak gini malah pada loyo, gak semangat buat kerja ataupun belajar.
Detik demi detik hingga satu jam berlalu, akhirnya waktu untuk pulang datang juga. Tanpa membuang-buang waktu lebih lama, aku langsung melangkah keluar kelas, rasanya ingin cepat nyampe rumah dan tidur. Berpuasa emang bikin aku males ngapa-ngapain. Sesampainya di halte bis, aku duduk di bangku panjang sambil menanti bis datang. Cuaca hari ini sangat panas, tapi angin yang berhembus terasa sejuk dan menyenangkan. Ku rasakan setiap hembus angin menyentuh kulitku dengan lembut. Hmm.. gak biasanya aku merasakan hal seperti ini. Lambat laun kelopak mataku serasa semakin berat untuk terbuka. Sekuat mungkin ku tahan untuk tertutup, tapi semakin keras usahaku untuk menahannya semakin kuat pula rasa kantuk ini membekapku. Dan akhirnya..........
“Mbak.. bangun mbak.. mbak??”
Sayup-sayup ku dengar suara seorang perempuan memanggilku. Suaranya teduh sekali. Pelan-pelan ku buka mataku, samar-samar ku lihat sesosok wajah gadis cantik tapi kecantikannya seakan tertutupi oleh debu dan kotoran yang mangkring bebas di wajahnya.
“oh.. mbak udah bangun? Mbak gak apa-apa kan?” tanyanya lembut.
“ah, ya.. aku gak apa-apa kok. Tadi aku Cuma kelamaan nunggu bis, so aku jadi ketiduran disini.” Jawabku sambil membenahi rambutku yang acak-acakkan.
“aku kira mbak pingsan disini, jadi aku membangunkan mbak. Maaf ya mbak aku sudah menganggu tidur mbak.” Katanya sambil tersenyum, dan senyumnya manis sekali. Ah, siapa sih dia? Kayaknya baru hari ini aku melihatnya.
“ya gak apa-apa kok, justru aku sangat berterima kasih sama kamu karena telah membangunkanku.
Ya Ampun!! Udah jam berapa ini??”
“sekitar jam empat mbak, mungkin sekarang udah jam empat lebih.”
“apa??? Jam empat? Ya ampun, aku ketiduran dua jam di sini. Ah ya, apa tadi sudah ada bis yang lewat?”
“kayaknya belum deh mbak, ahh.. itu mbak ada bis.” Katanya sambil menunjuk kearah bis yang sedang melaju kearah halte. Syukurlah aku bisa cepat pulang. Tanpa ba bi bu lagi, aku langsung naik ke dalam bis tanpa sempat berpamitan dengan gadis itu. Baru setelah bis melaju meninggalkan halte aku teringat kenapa aku tadi gak berkenalan sama dia. Tapi gak apalah, mungkin besok dia juga lupa sama aku. Sesampainya di rumah, aku masih kepikiran tentang gadis tersebut. Kenapa aku gak bisa ngelupain senyumannya yang semanis gula itu ya? Masak iya aku suka sama dia? Aku kan masih normal. Ahh, dari pada bingung sendiri, mending tidur aja.
Keesokan harinya, aku pergi kesekolah seperti biasanya yakni dengan langkah lemas dan tak bersemangat. Sesampainya di halte, pandanganku terhenti pada sesosok gadis yang kumal dan lusuh. Bukankah dia gadis yang kemarin itu? Dan ternyata dia bekerja sebagai kuli angkut di pasar depan halte tempat kuberada. Tu cewek emang bener-bener hebat. Belum pernah aku melihat seorang gadis cantik seperti dia mau jadi kuli angkut di pasar, soalnya itu kan kerjaan yang biasa dilakukan cowok, pasti dia terpaksa melakukan hal itu. Dan sepulang sekolah nanti aku akan mencari tahu tentang gadis tersebut.
Sepulang sekolah, aku langsung pergi kepasar tempat gadis tersebut bekerja. Setelah lama mencari kutemukan dia sekarang istirahat bersama teman-temannya yang  semuanya laki-laki yang sedang minum segelas es teh, aku jadi kepengen minum es teh.. hmm., tapi ternyata dia tidak makan ataupun minum, dia hanya duduk saja sambil sesekali menyeka keringatnya. Apakah dia juga berpuasa? Bagaimana mungkin dia bisa berpuasa kalo pekerjaannya kelas berat seperti ini? Dan ketika salah seorang temannya menawarinya dengan segelas air, dia menolaknya dengan halus sambil berkata, “maaf, saya sedang berpuasa.”
“ngapain sich kamu masih puasa? Gak capek? Gak haus?” kata temannya.
“InsyaAllah nggak.. ini kan bulan puasa, jadi aku akan tetap menjaga puasaku agar nggak bolong dan InsyaAllah, Allah akan memberiku kekuatan dengan menjaga puasa ini.” Katanya dan tak lupa sebuah senyum manis menghiasi wajahnya. Kontan wajah teman-temannya berubah menjadi merah karena malu, begitu pun aku. Diriku serasa terkena tamparan yang keras sekali, selama ini aku selalu aja mengeluh karena harus berpuasa padahal kerjaanku Cuma sekolah saja, hanya duduk di dalam kelas yang sejuk dan nyaman, sedangkan dia seorang kuli angkut pasar yang kerjanya di bawah panasnya sinar matahari dan menghabiskan banyak tenaga, tetap menjaga puasanya dan dia tidak tergoda sedikitpun melihat temannya makan dan minum segelas es, padahal aku tahu dia pun merasa sangat haus dan lapar. Ya Allah apa yang sudah ku perbuat? Sungguh aku merasa sangat malu kepada-Mu, karena aku sudah meremehkan perintah-Mu. aku harus berkenalan pada gadis ini, aku mau tahu kehidupannya, rumahnya dan segalanya, aku harus mengetahuinya. Aku kembali ke halte dan duduk untuk menunggu gadis tersebut, setelah menunggu satu jam lamanya gadis itu pun keluar dari pasar, dia langsung menuju halte ketika melihatku.
“Assalamu’alaikum, mbak yang kemarin itu kan? kok belum pulang mbak?” katanya padaku.
“wa’alaikumsalam, iya nih, aku lagi nungguin kamu, aku mau maen kerumahmu, boleh kan?”
“kerumahku mbak? Beneran? Rumahku jelek lho.. nanti mbak nyesel”
“ngapain nyesel? Aku kan gak akan membakar rumahmu, ya kan? ayo dunk.. boleh ya? Aku kan dah nunggu satu jam disini..”
Tampak sedikit keraguan di wajahnya, lalu dengan ragu-ragu dia menjawab tawaranku,
“emm...oke deh mbak, yuk kerumahku.”
“eits, jangan manggil mbak terus dunk, panggil aja aku Tya, eh ya kita belum kenalan kan? nama kamu siapa?” tanyaku sambil mengulurkan tangan kananku yang langsung disambut hangat oleh tangannya yang keras dan kasar, hmm.. dia emang pekerja keras.
“namaku Nilam mbak, eh Tya.. hehe,”
“by the way kamu tinggal sama siapa?”
“aku tinggal sama adikku aja, ibu dah lama meninggal sedangkan bapakku juga meninggal gara-gara terlalu sedih mikirin ibuku. Jadi kami sebatang kara di dunia ini.” Kulihat ada sebutir air jatuh membasahi pipinya.
“ahh.. maaf, aku telah membuatmu bersedih. Ini pakelah sapu tanganku untuk menghapus air matamu itu.”
“makasih Ya, ntar kalo aku ketemu kamu lagi akan ku kembalikan sapu tanganmu”
“gak perlu, buat kamu aja, aku punya banyak kok dirumah, anggap aja itu kenang-kenangan dariku, eh kamu puasa juga ya?”
“Ya dunk Ya, ini kan bulan Ramadhan, kita wajib untuk berpuasa”
“meskipun kamu bekerja sebagai kuli??”
“kenapa emangnya? Pekerjaanku ini lebih ringan ketimbang para pejuang islam dulu yang harus berperang di saat diri sedang menahan lapar dan haus, ingat tentang kisah perang badar yang terjadi pada tanggal tujuh belas Ramadhan kan? coba bayangkan perjuangan mereka, gak sebandingkan sama yang aku lakukan selama ini (“apalagi aku Lam”) kan. kamu tahukan kalo terdapat beberapa keutamaan bagi orang yang berpuasa, salah satunya dapat menjaga kesehatan tubuh kita, sebagaimana sabda Rasulullah: ‘Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat’?”
“iya juga ya Lam, kok aku baru ingat sich, selama ini aku kira puasa bisa bikin kita penyakitan gara-gara kekurangan gizi selama sehari.”
“hahaha.... aduh..aduh.. kamu lucu ya orangnya. Ya gak bakal kita akan penyakitan, buktinya aku sehat-sehat aja, ibu bapakmu juga sehat-sehat aja kan? nah, itulah bukti kalo puasa itu menyehatkan.”
Bener kata Nilam, buktinya sakit kepala yang biasa ku alami perlahan-lahan menghilang selama puasa ini. Tibalah kita di tempat yang –huh-kumal dan kotor. Sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah rumah-rumah kumuh yang dindingnya hanya dari kardus, hanya beberapa rumah saja yang dinding rumahnya berupa gedheg (bahasa jawanya dinding rumah yang berasal dari anyaman bambu-red)
“eh Ya, kita sudah sampai, ini rumahku” kata Nilam
“Apa??”
Aku hanya bisa melongo di depan rumahnya. Ya Allah, rumahnya sangat jauh dari standar nasional, dindingnya hanya dari kardus yang disambung ala kadarnya, tapi herannya dia bisa tetap ceria dan tersenyum, sedang aku? Aku hanyalah manusia yang tidak pandai bersyukur, Setiap hari hanya mengeluh dan mengeluh, padahal aku jauh lebih beruntung dari dia. Tak terasa air mataku menetes membasahi pipi, tubuhku serasa tak berdaya lagi. Ya Allah, ampuni aku, maafkan semua khilafku selama ini, dan terima kasih karena engkau telah mengirim seorang bidadari dari surga yang telah membuka pintu hatiku yang selama ini tertutup oleh kabut kemalasan, maafkan aku Ya Allah..
“Tya?? Kamu baik-baik aja?”  
“ah, ya Lam, aku baik-baik aja.. Nilam makasih ya?”
“makasih buat apa? Karena telah membuatmu menangis seperti ini?”
“iya, benar sekali.. aku menangis karena aku bahagia bisa bertemu denganmu, kamu telah membantuku untuk membuka pintu hatiku yang telah lama tertutup. Aku belajar banyak hal dari dirimu, untuk itu kamu mau gak tinggal sama aku? Agar kamu bisa ngajarin aku terus. Mau kan?”
“tapi.. tapi.. apa keluargamu gak keberatan?”
“tentu saja tidak, ntar aku tak bilang ma orang tuaku, aku ini hanya anak tunggal di rumah, makanya aku seneng banget kalo kamu sama adikmu mau tinggal sama aku.. mau ya?”
“Huum, aku mau, tapi jangan hari ini, mulai besok aja ya?”
“oke deh., besok sore kamu akan ku jemput, jadi siap-siap ya..”
“Iya.. makasih ya.. kamu baik banget ma aku, padahal kitabaru kenal.”
“ah, gak apa-apa kok. Eh, adikmu mana? Aku mau kenalan.”
“bentar ya.. Lia….. ada yang mau kenalan sama kamu nih.. Lia……”
Nilam masuk ke dalam rumahnya, tak lama kemudian dia keluar tanpa ada sesosok anak kecil di sebelahnya, hmm.. adiknya kemana ya?
“Tya, maaf ya.. kayaknya adikku pergi main ma temen-temennya deh.”
“oh iya, gak apa-apa, klo gitu aku pulang dulu ya, salam buat adikmu. Jangan lupa besok sore harus udah siap.. Oke? Bye lam… Wassalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam.. hati-hati ya?”
“iya..”
Nilam melepas kepergianku dengan senyum manisnya, aku emang beruntung bisa kenal sama gadis hebat seperti dia. Sekarang aku bertekad akan menjalankan ibadah puasa yang sebaik-baiknya, aku gak akan mengeluh lagi. Karena sang pemilik senyum madu itu yang telah membantuku membukakan pintu hatiku, hidayah Allah emang ada dimana aja, bahkan dari jalan yang gak pernah ku bayangkan sebelumnya.
Sesampainya di rumah, aku langsung memeluk bundaku, aku merasa sangat bersalah kepada beliau. Setiap hari beliau tak pernah berhenti untuk membimbingku berpuasa dengan baik dan tulus, tapi aku malah sering membantah dan tidak pernah menghiraukan nasihatnya.
“Ibu.. maafkan aku, mulai sekarang aku janji, aku janji akan menjalankan puasa dengan baik dan tulus dari dalam lubuk hatiku..”
Air mataku mengalir dengan deras.Tentu saja ibuku kaget dengan perubahan sikapku yang tiba-tiba. Tapidengan sikap penuh kebijakan, dia menatapku dengan lembut, ditelusurinya setiap bagian mataku, seakan mencari sebuah jawaban atas perubahan sikapku hari ini.
“Tya.. coba jelaskan pada ibu apa yang kamu alami hari ini, gak keberatan kan saying?”
“Nggak bu.. sama sekali tidak…”
“Kalau begitu, sini duduk dulu, biar lebih enak ceritanya.”
Aku menurut saja apa kata ibu. Setelah mendapatkan posisi yang nyaman, aku mulai bercerita tentang apa yang aku alami hari ini. Ibu mendengarkan setiap perkataanku dengan seksama.
“Jadi begitu bu.. dan aku ingin Nilam dan adiknya tinggal di rumah kita, bolehkan??” tanyaku penuh harap. Ibu terlihat sedang menimbang-nimbang permintaanku, yah.. aku tahu permintaanku cukup berat juga untuk dipenuhi.
“Hmm.. baiklah, ibu  setuju, nanti ibu akan bilang sama Ayah kamu. Terus besok sore kita jemput mereka bersama-sama”
“Makasih ibu.. Aku saying ibu..” saking senengnya, kupeluk dank u cium pipi Ibuku. Ah, aku gak sabar menanti hari esok. Nilam,tunggu kedatanganku.
Akhirnya, hari yang ku tunggu-tunggu dating juga. Kamar untuk Nilam dan adiknya udah aku siapkan tadi malam. Pakaian-pakaian untuk mereka juga udah aku siapin . Hmm… Semoga mereka suka.
Aku dan kedua Orang Tuaku pergi menjemput Nilam dengan mobil, tapi karena gang untuk sampai ke rumahnya cukup sempit, kami terpaksa jalan kaki untuk bisa sampai ke rumahnya.
Jantungku serasa berhenti. Ada apa ini? Kenapa di depan rumahnya ada banyak orang? Kenapa dari dalam rumahnya terdengar suara orang menagis? Jangan-jangan………………..
Aku langsung berlari menerobos kerumunan orang-orang yang ada di sana, aku ingin memastikan bahwa dia baik-baik saja. Aku memasuki rumahnya, dan.., kini jantungku serasa benar-benar terhenti, lututku tak mampu menahan tubuhku yang secara tiba-tiba menjadi sangat berat, aku tak tahan menahan air mataku. Sahabat baruku, sumber inspirasiku, orang yang telah menyadarkanku, kini ia telah terbujur kaku dengan wajah pucat pasi. Air mataku mengalir bebas membasahi pipiku. Kenapa?? Kenapa???? Kenapa kau harus pergi di saat aku memenuhi janjiku padamu???
Aku masih saja menangis, namun aku berusaha untuk tabah. Aku melihat seorang anak kecil yang wajahnya mirip sekali dengan Nilam, ia sedang duduk di samping mendiang sobat baruku dengan wajah yang terpukul dan bercucuran air mata. Mungkin itu adiknya. Ku dekati dia, aku ingin tahu apa yang menyebabkan semua ini dapat terjadi.
“Dek Lia? Adiknya Nilam?”
Dia hanya mengangguk. Pandangannya tak lepas dari wajah kakaknya.
“Dek, apa yang terjadi dengan kakakmu?”
“Hiks, kak Nilam.. kak Nilam dibunuh orang.. Waktu itu kan kak Nilam lagi dapat bayaran, terus ada orang yang mau ngambil uang kakak, trus kak Nilam berusaha membela diri, tapi,, penjahat itu malah menusuk perut kak Nilam dan… huuaaa aaaa…” Dek Lia menangis di pangkuanku, kasihan dia, hanya tinggal sebatang kara di dunia ini.
“Dek.. yang sabar ya.. Biar bagaimanapun juga, kakakmu itu sudah berusaha menjaga uangnya agar kamu bisa makan…” kata seorang Ibu di sampingnya.
“Trus sekarang aku gimana? Aku dah gak punya siapa-siapa lagi..”
“Siapa bilang? Kamu kan masih punya aku, kamu mau kan jadi adikku? Kamu akan tinggal di rumahku. Oh ya, kita belum kenalan kan? Namaku…”
“Kak Tya kan? Aku dah tahu kok, kemarin kak Nilam cerita tentang kakak. Dia bilang kakak orangnya baik, lucu, ramah, dan pekerja keras (“padahal nggak kok Dek!”). Kakak juga cerita tentang tentang niat baik kakak buat ngajak kamitinggal dirumah kakak. Sepanjang hari kemarin, kakak gak henti-hentinya tersenyum. Aku gak pernah melihat kakak sebahagia itu sebelumnya.” Kenang Dek Lia sambil menahan air matanya. Mendengar semua itu, aku tak kuasa menahan air mataku lagi. Nilam, aku janji akanmenjaga dan merawat adikmu dengan baik, demi kamu, agar kamu bisa tersenyum senang di sana.
Prosesi pemakaman Nilam berlangsung lancer, cuaca hari ini cerah, tapi sejuk. Tak terasa panas sedikitpun. Hmm… mungkin alam tak ingin membuatnya kepanasan. Saat ku lihat gundukan tanah merah itu seklai lagi, aku tertegun. Aku Melihatnya! Sungguh! Aku melihatnya! Dia memakai pakaian putih bersih, wajahnya juga terlihat bersinar. Dan, Masya Allah, dia tersenyum kepadaku, seakan dia berkata “jagalah adikku baik-baik, aku percayakan adikku padamu!”. Aku hanya bisa tersenyum pertanda “iya”. Ku lihat Dek Lia, ternyata dia juga melihat kea rah yang sama denganku. Lalu ia berkata sambil tersenyum, “Kak Tya, Kak Nilam sudah bahagia dan tenang di sana.”
“Iya, kamu melihatnya juga ya? Klo gitu jangan nagis lagi ya?”
“Hu’um.. Aku kan gak mau lihat kakak sedih hanya karena melihataku bersedih.” Katanya sambil mengusap air matanya dengan lengan bajunya.
“Bagus, yuk kita pulang ke rumahku! Aku dah siapkan semuanya buat kamu.”
“Masak sih kak? Wah, kak Tya emang baik. Makasih ya kak.”
“Iya, mulai sekarang kita kakak-adik.”
“Hu’um, dan aku adalah orang yang paling beruntung karena punya kakak angkat sebaik Kak Tya”
Aku hanya bisa tersenyum mendengar perkataan gadis kecil yang masih polos ini. Aku yakin, kelak dia akan tumbuh menjadi gadis yang hebat seperti kakaknya, atau mungkin lebih hebat lagi.
Kami meninggalkan pemakaman. Kami yakin, Nilam pasti telah tersenyum bahagia di sana, di tempat yang baru. Nilam, terima kasih atas sejuta hidayah yang telah kau berikan padaku.
“Meninggalkan makan minum dan syahwat karena Aku puasa itu untuk-Ku. dan Aku yg akan membalasnya. kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat.” (H.R. Bukhori)
“Puasa adalah perisai seoramg hamba dari api neraka”. (HR. Ahmad)
Sesungguhnya dalam syurga ada satu pintu yg disebut dengan rayyan, orang-orang yang puasa akan masuk di hari kiamat nanti dari pintu tersebut, tak ada orang selain mereka yang memasukinya. jika telah masuk orang terakhir yang puasa ditutuplah pintu tersebut, barang siapa yang masuk akan minum dan barang siapa yang minum tak akan merasa haus untuk selamanya.” (HR. Bukhori).

0 komentar:

Posting Komentar

 
KEROHANIAN ISLAM SMA NEGERI 2 PATI © 2011 Theme made with the special support of Maiahost for their cheap WordPress hosting services and free support.